Rabu, 17 April 2013

Metode Pendidikan Budi Pekerti dalam Keluarga


Metode Pendidikan Budi Pekerti dalam Keluarga
1.            Kasih Sayang
Rasa cinta dan kasih sayang ini dapat memenuhi kebutuhan bayi akan cinta, rasa aman dan penghargaan diri. Allah Ta’ala dengan nikmat-Nya menjadikan kasih sayang ini sebagai insting dalam diri orang tua. Orang tua hendaklah menghindari rasa benci apapun terhadap anaknya karena sebagian besar orang-orang durhaka adalah mereka yang tidak mendapatkan kasih sayang orang tua pada masa kecilnya[1].

2.            Disiplin
Mendidik jiwa agar mampu mengendalikan hawa nafsu dan menjaga kesucian jiwa. Kemampuan ini berkembang dalam diri bayi yang disebut sebagai sifat disiplin dan kemampuan menguasai diri.[2]
3.            Teladan yang Baik
Moralitas terbentuk dengan meniru, bukan dengan nasihat atau petunjuk . yang lemah meniru yang kuat. Anak-anak dengan fitrahnya merasa kagum terhadap orang tuanya. Oleh karena itu, mereka selalu menganggap bahwa sikap dan tingkah laku orang tuanya adalah yang paling sempurna. Orang tua hendaklah menyadari bahwa mereka selalu diawasi oleh anak-anak yang hatinya masih suci yang merekam setiap tingkh laku orang tuanya, membangunnya dalam dirinya dan menirunya[3].
4.            Pengajaran dan Penilaian
Yang dimaksud dengan pengajaran dan penilaian di sini adalah memberikan penilaian baik atau buruk terhadap tingkah laku anak dan tingkah laku orang lain sehingga anak mengetahui bahwa ini benar dan itu salah, kemudian kita jadikan halal dan haram sebagai penilaian yang kita berikan. Kemudian kita menghadiahinya atas kesalahannya, walaupun dengan sekedar pujian atau celaan. Pengajaran, penilaian, dan pembalasan atas apa yang anak perbuat, akan membukakan hati anak.[4]
5.            Kisah-kisah Para Nabi
Anak-anak menyukai mendengarkan cerita karena daya hayak mereka luas dank arena kisah atau cerita bisa menggambarkan sesuatu peristiwa seperti nyata. Kisah-kisah yang termuat dalam AlQur’an disampaikan dengan berbagai tujuan, diantaranya pendidikan akhlak. Waktu-waktu bahagia yang dilewati anak bersama kedua orang tuanya mempunyai pengaruh besar terhadap kepribadian anak dan hubungan batin mereka dengan kedua orang tuanya.[5]
6.            Imbalan dan Hukuman
Pendidikan moral tidak akan ada artinya bila tidak disertai sanksi dan hukuman. Baik imbalan maupun hukuman harus diterapkan secara berangsur, muali dari senyuman atau pujian sampai imbalan materi seperti mainan, sepedah, dan lain-lain. Begitu pula sanksi, dimulai dari larangan bermain sampai moral, selain pukulan. Karena anak tidak boleh dipukul sebelum menhinjak usia sepuluh tahun. Dan ketika menghukumnya, hendaklah diterangkan dan dijelaskan kepada anak mengapa kita menghukumnya dan bagaimana sikap yang benar yang akan diberi imbalan baik.[6]
7.            Menumbuhkan Kepekaan Hati
Pendidikan moral tidak akan sampai pada tujuan, kecuali apabila telah tumbuh kepekaan hati sehingga seseorang bisa menilai perbuatannya dari lubuk hati. Hati adalah pengadilan di dalam tubuh yang mengadili manusia atas perbuatannya. Ia akan mendapatkan balasan yang setimpal, imbalan dengan perasaan ridha dan tuma’ninah, dengan rasa bersalah, penyesalan dan kebingungan.
Begitu juga harus kontinu dalam menghukum anak atas kesalahannya sehingga dia merasa jera. Merupakan suatu kesalahanbesar apabila ayah memberikan imbalan, sementara ibu memberikan hukuman atas satu perbuatan yang sama. Atau kakek dan nenek ikut campur dan melarang menghukum cucunya karena merasa kasihan. Merupakan hal yang tidak diperbolehkan anak dihukum oleh saudara-saudaranya sebelum orang tua melakukan. Apa yang dianggap salah hari ini tidak menjadi benar pada hari esok karena anak tidak memahami apa yang dipahami orang dewasa mengenai fleksibilitas dan pertumbuhan nilai itu. Kontinuitas dan komitmen sangat penting sekali sehingga anak sampai pada suatu qaidah dengan kesimpulannya sendiri.[7]


[1]Khalid Ahmad Asy-syantut (2005) : rumah pilar utama pendidikan Anak, Jakarta : Robbani Press. h.56
[2] Ibid h.57
[3] Ibid. h..59
[4] Ibid. h.61
[5] Ibid. h.h.62-63
[6] Ibid. h.h.63-65
[7] Ibid. h.h.70-72

Tidak ada komentar:

Posting Komentar