Metode Pendidikan Budi Pekerti dalam
Keluarga
1.
Kasih Sayang
Rasa cinta dan kasih sayang ini dapat
memenuhi kebutuhan bayi akan cinta, rasa aman dan penghargaan diri. Allah Ta’ala dengan nikmat-Nya menjadikan
kasih sayang ini sebagai insting dalam diri orang tua. Orang tua hendaklah
menghindari rasa benci apapun terhadap anaknya karena sebagian besar
orang-orang durhaka adalah mereka yang tidak mendapatkan kasih sayang orang tua
pada masa kecilnya[1].
2.
Disiplin
Mendidik
jiwa agar mampu mengendalikan hawa nafsu dan menjaga kesucian jiwa. Kemampuan
ini berkembang dalam diri bayi yang disebut sebagai sifat disiplin dan
kemampuan menguasai diri.[2]
3.
Teladan yang Baik
Moralitas
terbentuk dengan meniru, bukan dengan nasihat atau petunjuk . yang lemah meniru
yang kuat. Anak-anak dengan fitrahnya merasa kagum terhadap orang tuanya. Oleh
karena itu, mereka selalu menganggap bahwa sikap dan tingkah laku orang tuanya
adalah yang paling sempurna. Orang tua hendaklah menyadari bahwa mereka selalu
diawasi oleh anak-anak yang hatinya masih suci yang merekam setiap tingkh laku
orang tuanya, membangunnya dalam dirinya dan menirunya[3].
4.
Pengajaran dan Penilaian
Yang dimaksud dengan pengajaran dan
penilaian di sini adalah memberikan penilaian baik atau buruk terhadap tingkah
laku anak dan tingkah laku orang lain sehingga anak mengetahui bahwa ini benar
dan itu salah, kemudian kita jadikan halal dan haram sebagai penilaian yang
kita berikan. Kemudian kita menghadiahinya atas kesalahannya, walaupun dengan
sekedar pujian atau celaan. Pengajaran,
penilaian, dan pembalasan atas apa yang anak perbuat, akan membukakan hati
anak.[4]
5.
Kisah-kisah Para Nabi
Anak-anak menyukai mendengarkan
cerita karena daya hayak mereka luas dank arena kisah atau cerita bisa
menggambarkan sesuatu peristiwa seperti nyata. Kisah-kisah yang termuat dalam
AlQur’an disampaikan dengan berbagai tujuan, diantaranya pendidikan akhlak.
Waktu-waktu bahagia yang dilewati anak bersama kedua orang tuanya mempunyai
pengaruh besar terhadap kepribadian anak dan hubungan batin mereka dengan kedua
orang tuanya.[5]
6.
Imbalan dan Hukuman
Pendidikan
moral tidak akan ada artinya bila tidak disertai sanksi dan hukuman. Baik
imbalan maupun hukuman harus diterapkan secara berangsur, muali dari senyuman
atau pujian sampai imbalan materi seperti mainan, sepedah, dan lain-lain.
Begitu pula sanksi, dimulai dari larangan bermain sampai moral, selain pukulan.
Karena anak tidak boleh dipukul sebelum menhinjak usia sepuluh tahun. Dan
ketika menghukumnya, hendaklah diterangkan dan dijelaskan kepada anak mengapa
kita menghukumnya dan bagaimana sikap yang benar yang akan diberi imbalan baik.[6]
7.
Menumbuhkan Kepekaan Hati
Pendidikan moral tidak akan sampai
pada tujuan, kecuali apabila telah tumbuh kepekaan hati sehingga seseorang bisa
menilai perbuatannya dari lubuk hati. Hati adalah pengadilan di dalam tubuh yang mengadili manusia atas
perbuatannya. Ia akan mendapatkan balasan yang setimpal, imbalan dengan
perasaan ridha dan tuma’ninah, dengan rasa bersalah, penyesalan dan
kebingungan.
Begitu juga
harus kontinu dalam menghukum anak atas kesalahannya sehingga dia merasa jera.
Merupakan suatu kesalahanbesar apabila ayah memberikan imbalan, sementara ibu
memberikan hukuman atas satu perbuatan yang sama. Atau kakek dan nenek ikut
campur dan melarang menghukum cucunya karena merasa kasihan. Merupakan hal yang
tidak diperbolehkan anak dihukum oleh saudara-saudaranya sebelum orang tua
melakukan. Apa yang dianggap salah hari ini tidak menjadi benar pada hari esok
karena anak tidak memahami apa yang dipahami orang dewasa mengenai
fleksibilitas dan pertumbuhan nilai itu. Kontinuitas dan komitmen sangat
penting sekali sehingga anak sampai pada suatu qaidah dengan kesimpulannya
sendiri.[7]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar